Pringsewu – Lembaga Perlindungan Konsumen Gerakan Perubahan Indonesia (LPK-GPI) melayangkan kritik tajam terhadap lemahnya pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pringsewu. Kritik ini disampaikan menyusul maraknya praktik perawat dan bidan yang membuka layanan kesehatan tanpa mengantongi izin resmi berupa Surat Izin Praktik (SIPP).
SENIN,(19/5/2025)
Kepala Bidang Humas dan Investigasi LPK-GPI, Dimas Maulana Rahim, A.Md., menyampaikan bahwa fenomena ini menunjukkan adanya kelalaian yang serius dari instansi terkait. Menurutnya, Dinkes Pringsewu gagal menjalankan fungsi pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kesehatan, terutama dalam memastikan setiap perawat dan bidan mematuhi regulasi perizinan.
“Kami menerima banyak laporan dari masyarakat terkait praktik-praktik kesehatan ilegal yang dilakukan oleh oknum perawat dan bidan. Banyak dari mereka yang membuka layanan di rumah atau tempat lain tanpa izin resmi. Bahkan, ada yang melakukan tindakan medis seperti penyuntikan, yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis yang benar-benar berwenang dan memiliki izin praktik,” tegas Dimas dalam keterangannya kepada media.
Ia menambahkan, praktik semacam ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga mengancam keselamatan pasien. Kesalahan tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten atau tidak memiliki izin dapat berakibat fatal.
“Ini bukan hanya masalah administratif. Ini menyangkut nyawa dan keselamatan konsumen sebagai pasien. Ketika seorang perawat yang tidak memiliki izin menyuntik pasien, siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi komplikasi? Ini bentuk pembiaran yang sangat berbahaya dan Dinas Kesehatan tidak boleh menutup mata,” tambahnya.
Lebih lanjut, LPK-GPI menilai bahwa lemahnya penindakan dari Dinkes turut memperparah kondisi ini. Tidak adanya sanksi tegas terhadap pelanggar membuat para oknum merasa bebas menjalankan praktik tanpa takut konsekuensi hukum.
“Dinkes Pringsewu harus segera turun tangan. Evaluasi menyeluruh harus dilakukan terhadap seluruh praktik tenaga kesehatan di wilayah ini. Jangan sampai praktek-praktek ilegal ini dibiarkan dan menjadi kebiasaan yang mengancam hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan legal,” pungkas Dimas.
LPK-GPI juga mengingatkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan, setiap tenaga kesehatan wajib memiliki SIPP yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan setempat sebagai syarat untuk menjalankan praktik secara legal. Jika melanggar, maka bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Dalam waktu dekat, LPK-GPI berencana melaporkan temuan-temuan lapangan terkait praktik ilegal ini kepada aparat penegak hukum dan Ombudsman RI. Langkah ini diambil sebagai bentuk komitmen lembaga dalam melindungi hak-hak konsumen dan mendorong tata kelola pelayanan kesehatan yang lebih profesional dan akuntabel.
TIM RED